G20, Negara Penguasa Ekonomi Dunia! Tapi Lagi Banyak Masalah

 


Jakarta, CNBC Indonesia - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 akan dimulai pada Selasa (15/11/2022) di Bali. Indonesia yang memegang Presidensi G20 mengusung tema Recover Together, Recover Stronger.

Tema tersebut sangat tepat diangkat mengingat dunia baru saja mengalami kemerosotan ekonomi yang sangat tajam pada 2020 lalu akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Dengan tema tersebut, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama, serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan, sebagaimana disebutkan di laman Bank Indonesia.

Iya, seluruh dunia. Meski hanya dihadiri segelintir negara, tetapi dampaknya bisa ke seluruh dunia.

Melansir Worldometer, di dunia ini terdapat 195 negara, yang termasuk anggota G20 yakni Amerika Serikat (AS), Afrika Selatan, Argentina, Arab Saudi, Australia, India, Brasil, Inggris, Indonesia, Italia, Jepang, Jerman, Meksiko, Kanada, Republik Korea, Perancis, Rusia, Tiongkok, Uni Eropa, dan Turki.

Meski hanya sekitar 23% dari total negara, tetapi negara-negara ini menguasai ekonomi dunia. Nilai ekonominya merepresentasikan 80% dari total produk domestik bruto (PDB) dunia, 75% perdagangan global, dan 60% populasi bumi.

Artinya, ketika negara G20 atau sebagian darinya mengalami masalah ekonomi, maka efeknya akan terasa ke seluruh dunia.

Jika negara-negara G20 dipecah lagi, maka ada 5 negara yang mendominasi PDB dunia, Amerika Serikat, China, Jepang, Jerman, dan Inggris. Pada 2021, kelima negara tersebut merepresentasikan lebih dari 55% PDB dunia, melansir Investopedia yang merangkung 25 negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia.

Indonesia sendiri berada di urutan ke 16.

Melihat kontribusinya terhadap PDB dunia lebih dari setengah, maka wajar jika kelima negara tersebut terancam mengalami pelambatan ekonomi hingga resesi, negara-negara lain akan ketar-ketir, termasuk Indonesia.

Seperti diketahui, Amerika Serikat, Inggris dan Jerman, terancam mengalami resesi di tahun depan, China dan Jepang saat ini masih menghadapi risiko pelambatan ekonomi.

Bank sentral AS (The Fed) sudah mensinyalkan perekonomian AS akan mengalami kemerosotan, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) bahkan sudah menyatakan akan mengalami resesi terpanjang dalam sejarah. Penyebabnya, suku bunga yang dinaikkan dengan agresif guna meredam inflasi.

"Apakah peluang soft landing (pelambatan ekonomi tanpa terjadi resesi) semakin kecil? iya. Apakah itu masih mungkin terjadi? tentu saja," kata Powell saat menaikkan suku bunga pada Kamis (3/11/2022).

Menurut Powell untuk bisa menghindarkan perekonomian AS dari resesi di 2023 adalah pekerjaan yang sangat berat, sebab suku bunga masih perlu dinaikkan tinggi guna meredam inflasi.

Di hari yang sama dengan The Fed, BoE juga menaikkan suku bunga, dan menyatakan perekonomian Inggris akan mengalami kontraksi hingga semester I-2024

"Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan terus merosot selama 2023 dan berlanjut hingga semester I-2024 akibat tingginya harga energi dan pengetatan kondisi finansial akan membebani belanja rumah tangga," kata BoE.

Perang antara Rusia dengan Ukraina, yang merupakan anggota G20 memperburuk kondisi inflasi yang melanda dunia. Harga komoditas energi menjadi naik tajam, hingga memicu krisisi energi di Eropa.

Berawal dari krisis energi ini, inflasi merembet ke berbagai lini, yang akhirnya membawa ke jurang resesi.

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © infontbnow. Designed by OddThemes