Jangan Jadi ASN Kalau Berpaham Radikal


Setiap aparatur sipil negara (ASN) haruslah berideologi Pancasila dan mengedepankan persatuan bangsa. Jika ada yang tak sepaham dengan ideologi negara, dan berpikiran berseberangan dengan Pancasila, ASN yang bersangkutan harus keluar dari lembaga pemerintah tempatnya bekerja. Apalagi ASN di Kementerian Agama, mereka yang berideologi lain dari Pancasila dan terlebih jika ada yang mendukung paham radikal, dipastikan akan dikeluarkan.
Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia Fachrul Razi menegaskan ini, Selasa (11/8). Dia mengingatan, tak boleh ada benih radikalisme dalam tubuh aparatur sipil negara (ASN).
"Untuk ASN khususnya Kementerian Agama tidak boleh ada satu orang pun yang berpikiran untuk berseberangan dengan Pancasila," ujar Menag Fachrul Razi di Bandarlampung, Selasa.
ASN, menurut dia, harus dapat menjaga reputasi dengan sebaik-baiknya.Tidak boleh berpikiran untuk menimbulkan keributan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi ASN digaji oleh negara dengan menggunakan uang rakyat yang bertujuan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini.
Khusus terhadap jajarannya, dikutip dari Antara, Menag Fachrul yang berlatar-belakang TNI ini menekankan, agar selalu bekerja sebaik mungkin dan bersih. Penggunaan dana anggaran di lingkungan Kementerian Agama digunakan dengan sebaik-baiknya.
"ASN di lingkungan Kemenag sama halnya orang yang memakai baju putih. Noda sedikit pun dari jauh pasti kelihatan. Ini sangat sensitif jadi jangan buat malu," ujarnya pula.
Ancaman Terhadap NKRI
Perihal toleransi dan ancaman radikalisme, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengingatkan juga di kesempatan berbeda. Dikatakannya, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat ini menghadapi tantangan kewilayahan atau tantangan teritori dan tantangan ideologi tandingan seperti liberalisme, komunisme dan radikalisme.
Mahfud juga mengatakan, hal itu saat melantik Staf Ahli Kemenko Polhukam Bidang Ideologi dan Konstitusi Brigjen Pol Agung Makbul, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta. "Hal itulah yang sekarang sedang menjadi tantangan kita,” tegas Mahfud di Jakarta, Selasa.
Menko Mahfud percaya Agung akan dapat memberikan rekomendasi terkait dengan peran Ideologi Pancasila dalam perkembangan konstitusi dan sistem hukum di Indonesia.
Agung Makbul sendiri kini menempati posisi yang sebelumnya ditempati Irjen Pol Widiyanto Poesoko, yang juga Sekretaris Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Sebelum menjabat Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi, Agung bertugas sebagai Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri.
Terhadap Agung dan lainnya yang dilantik, Mahfud meminta pejabat yang baru dilantik dapat mengambil peran menyinergikan institusi penegak hukum, baik dari kejaksaan, kepolisian, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bersama dengan Agung, ada Sugeng Purnomo dan Brigjen Pol Armed Wijaya Sugeng Purnomo dilantik sebagai Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia, sedangkan Brigjen Pol Armed Wijaya sebagai Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat.
Tantangan Buat MUI
Sementara, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi pun mengamini, radikalisme menjadi ancaman serius. Dia mengatakan tantangan Majelis Ulama Indonesia yang memasuki usia ke-45 tidaklah ringan karena berhadapan dengan tantangan Revolusi Industri 4.0 yang penuh disrupsi informasi.
"Perkembangan teknologi informasi yang pesat dan dinamis mengubah rupa kehidupan secara radikal," kata Zainut kepada wartawan di Jakarta, Sabtu.
Dia mengatakan, efek derasnya informasi dan pertukaran ruang yang cepat di dunia maya membuat manusia yang berinteraksi melalui media sosial lebih sering mengandalkan aspek yang bersifat emosional. Sisi buruk lainnya, adalah menguatkan paham identitas.
"Penguatan identitas dapat berpotensi menuju eksklusivisme. Jika hal ini dibiarkan tanpa penanganan yang tepat dan jika ekslusivisme tercampur dengan ideologi kebencian, dapat melahirkan penghalalan tindak kekerasan atas nama agama," katanya.
Ini juga tak lepas dari maraknya hoaks dan ujaran kebencian. Keduanya  berpotensi menimbulkan konflik horizontal internal umat beragama maupun antarumat beragama.
Karenanya, MUI  menekankan pentingnya mempraktikkan Islam moderat karena mampu menjawab tantangan zaman baik dalam skala lokal, nasional maupun global. (Rikando Somba)

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © infontbnow. Designed by OddThemes